Kamis, 25 Oktober 2012

Ekosistem mangrove



Definisi
Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur ( Efendy, 2009).
Mangrove merupakan karakteristik dari bentuk tanaman pantai, estuari atau muara sungai, dan delta di tempat yang terlindung daerah tropis dan sub tropis. Dengan demikian maka mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan dan pada kondisi yang sesuai mangrove akan membentuk hutan yang ekstensif dan produktif. Karena hidupnya di dekat pantai, mangrove sering juga dinamakan hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau. Istilah bakau itu sendiri dalam bahasa Indonesia merupakan nama dari salah satu spesies penyusun hutan mangrove yaitu Rhizophora sp. Sehingga dalam percaturan bidang keilmuan untuk tidak membuat bias antara bakau dan mangrove maka hutan mangrove sudah ditetapkan merupakan istilah baku untuk menyebutkan hutan yang memiliki karakteristik hidup di daerah pantai(Anonim, 2011)

 Zonasi mangrove
Menurut Mamung (2008) Pembagian zonasi kawasan mangrove yang dipengaruhi adanya perbedaan penggenangan atau perbedaan salinitas meliputi :
1.   Zona garis pantai, yaitu kawasan yang berhadapan langsung dengan laut. Lebar zona ini sekitar 10-75 meter dari garis pantai dan biasanya ditemukan jenis Rhizophora stylosa, R. mucronata, Avicennia marina dan Sonneratia alba.
2.   Zona tengah, merupakan kawasan yang terletak di belakang zona garis pantai dan memiliki lumpur liat. Biasanya ditemukan jenis Rhizophora apiculata, Avicennia officinalis, Bruguiera cylindrica, B. gymnorrhiza, B. parviflora, B. sexangula, Ceriops tagal, Aegiceras corniculatum, Sonneratia caseolaris dan Lumnitzera littorea.
3.   Zona belakang, yaitu kawasan yang berbatasan dengan hutan darat. Jenis tumbuhan yang biasanya muncul antara lain Achantus ebracteatus, A. ilicifolius, Acrostichum aureum, A. speciosum. Jenis mangrove yang tumbuh adalah Heritiera littolaris, Xylocarpus granatum, Excoecaria agalocha, Nypa fruticans, Derris trifolia, Osbornea octodonta dan beberapa jenis tumbuhan yang biasa berasosiasi dengan mangrove antara lain Baringtonia asiatica, Cerbera manghas, Hibiscus tiliaceus, Ipomea pes-caprae, Melastoma candidum, Pandanus tectorius, Pongamia pinnata, Scaevola taccada dan Thespesia populnea.
Hutan mangrove juga dapat dibagi  menjadi zonasi-zonasi berdasarkan jenis vegetasi yang dominan, mulai dari arah laut ke darat sebagai berikut:
1.      Zona Avicennia, terletak paling luar dari hutan yang berhadapan langsung dengan laut. Zona ini umumnya memiliki substrat lumpur lembek dan kadar salinitas tinggi. Zona ini merupakan zona pioner karena jenis tumbuhan yang ada memilliki perakaran yang kuat untuk menahan pukulan gelombang, serta mampu membantu dalam proses penimbunan sedimen.
2.       Zona Rhizophora, terletak di belakang zona Avicennia. Substratnya masih berupa lumpur lunak, namun kadar salinitasnya agak rendah. Mangrove pada zona ini masih tergenang pada saat air pasang.
3.       Zona Bruguiera, terletak di balakang zona Rhizophora dan memiliki substrat tanah berlumpur keras. Zona ini hanya terendam pada saat air pasang tertinggi atau 2 kali dalam sebulan.
4.        Zona Nypa, merupakan zona yang paling belakang dan berbatasan dengan daratan.
Contoh Zonasi Mangrove
Luas dan Penyebaran Mangrove
Menurut depatemen kehutanan (2011) penyebaran beberapa spesies mangrove terdapat di sekitar ekuator antara 32 o LU dan 38 o LS, pada iklim A,B,C dan D dengan nilai Q yang bervariasi. Semakin jauh dari ekuator spesies mangrove semakin sedikit dan pohonnya semakin kecil. Lokasi mangrove paling utara adalah di bagian tenggara pulau Kyushu, Jepang, dimana hanya ditemukan satu spesies saja (Kandelia candel), sedangkan lokasi paling selatan adalah bagian utara Selandia Baru dimana hanya teridentifikasi satu spesies yaitu Avicenia marina.
Menurut Chapman (1975) penyebaran mangrove dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :
a. The old worl mangrove, yang meliputi Afrika Timur, Laut Merah, India, Asia Tenggara, Jepang, Filipina, Australia, Selandia Baru, Kepulauan Pasifik dan Samoa.
b. The new world mangrove, yang meliputi pantai Atlantik dan Afrika dan Amerika, Meksiko dan Pasifik Amerika dan Kepulauan Galapagos.
Perkiraan luas mangrove sangat beragam. FAO (1994) menyatakan bahwa luas hutan mangrove diseluruh dunia sekitar 16.530.000 ha yang tersebar di Asia (7.441.000 ha), Afrika ( 3.258.000 ha) dan Amerika (5,831.000 ha). Khusus di Indonesia yang merupakan Negara tropis berbentuk kepulauan dengan garis pantai lebih dari 81. 000 km, hutan mangrovenya seluas 4,25 juta ha (FAO/UNDP, 1982). Sedangkan menurut ISME  berdasarkan citra landsat luas mangrove didunia sekitar 18,1 juta ha. Jenis – jenis mangrove umumnya menyebar di pantai yang terlindung dan dimuara – muara sungai, dengan komposisi jenis yang berbeda – beda tergantung pada kondisi habitatnya. Berdasarkan berbagai hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penyebaran jenis mangrove tersebut berkaitan dengan salinitas, tipe pasang surut dan frekuensi penggenangan.
Di Indonesia diperkirakan terdapat 202 jenis tumbuhan mangrove, meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit dan 1 jenis paku yang terbagi menjadi 2 kelompok yaitu mangrove sejati (true mangrove) dan mangrove ikutan (asociate) (M. Khazali, dkk. 1999).

Fungsi dan manfaat mangrove
Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2008), ekosistem mangrove memiliki banyak nilai dan manfaat. Diantaranya, mangrove berfungsi sebagai pelindung pantai mengingat sistem perakarannya yang dapat meredam ombak, arus, serta menahan sedimen. Dalam beberapa kasus, penggunaan vegetasi mangrove untuk penahan erosi lebih murah dan memberikan dampak ikutan yang menguntungkan dalam hal meningkatkan kualitas perairan di sekitarnya, dimana hal ini tidak bisa diperoleh dari penggunaan struktur bangunan keras. Mangrove dapat juga berfungsi untuk melindungi pantai dari hempasan badai dan angin Kemudian pemanfaatan lainnya adalah pemanfaatan mangrove sebagai pengendali pencemaran, karena mengrove memiliki sifat mengendapkan polutan yang melaluinya. Sebagai contoh adalah penggunaan mangrove untuk mengendapkan limbah tailing di Teluk Bintuni - Papua Selatan yang berasal dari sisa pertambangan emas daerah dulu. Peran lainnya adalah pemanfaatan mangrove untuk menahan intrusi air laut, fungsi ini sama dengan fungsi hutan yaitu menyimpan air tanah. Kemampuan ini telah terbukti dari lahan yang mangrovenya terjaga dengan baik, kondisi air tanah tidak terintrusi air laut. Sebaliknya, pada lahan mangrove yang telah dikonversi untuk keperluan lain, kondisi air tanah telah mengalami intrusi oleh air laut (Anonim2,2011).
Dalam Kamal (2006) Hutan magrove suatu ekosistem yang unik dan mempunyai 3 fungsi pokok yaitu :
·         Fungsi fisik, yaitu menjaga garis pantai agar tetap stabil,melindungi pantai dari gempuran ombak dan abrasi,menjadi wilayah penyangga terhadap rembesan air laut (instrusi) dan sebagai filter  pencemaran yang masuk ke laut.
·         Fungsi biologis, yaitu sebagai daerah asuhan dan sebagai tempat pemijahan bagi ikan, udang, kepiting, kerang, dan biota perairan laut lainnya, tempat persinggahan burung-burung yang bermigrasi serta tempat habitat alami berbagai jenis biota flora dan fauna lainnya seperti serangga
·         Fungsi Ekonomis, yaitu sebagai bahan bakar seperti arang dan kayu bakar, bahan bangun ( balok, atap rumah, dan tikar),perikanan, pertanian, tekstil (serat sintetis), makanan, obat-obatan, minuman beralkohol, bahan mentah kertas bahan pembuat kapal dan lainnya.

Permasalahan dan strategi pengolaan mangrove
Saat ini, hutan mangrove telah mengalami degradasi dimana luasnya telah berkurang sehingga banyaknya daerah pantai yang mengalami abrasi. Penyebab kerusakan tersebut diakibatkan oleh adanya konflik kepemilikan lahan, konversi lahan hutan mangrove menjadi lahan pertanian/pemukimaan/budidaya/tambak, perkembangan teknologi yang membuat lahan mangrove menjadi lahan industri, pemanfaatan kayu.

 Faktor Penyebab Rusaknya Hutan mangrove
1.      Pemanfaatan yang tidak terkontrol, karena ketergantungan masyarakat yang menempati wilayah pesisir sangat tinggi.
2.      Konversi hutan mangrove untuk berbagai kepentingan (perkebunan, tambak, pemukiman, kawasan industri, wisata dll.) tanpa mempertimbangkan kelestarian dan fungsinya terhadap lingkungan sekitar.

  Akibat Rusaknya Hutan Mangrove
1.      Instrusi air laut adalah masuknya atau merembesnya air laut kea rah daratan sampai mengakibatkan air tawar sumur/sungai menurun mutunya, bahkan menjadi payau atau asin (Harianto, 1999). Dampak instrusi air laut ini sangat penting, karena air tawar yang tercemar intrusi air laut akan menyebabkan keracunan bila diminum dan dapat merusak akar tanaman. Instrusi air laut telah terjadi dihampir sebagian besar wilayah pantai Bengkulu. Dibeberapa tempat bahkan mencapai lebih dari 1 km.
2.      Turunnya kemampuan ekosistem mendegradasi sampah organic, minyak bumi dll
3.       Penurunan keanekaragamanhayati di wilayah pesisir
4.       Peningkatan abrasi pantai
5.      Turunnya sumber makanan, tempat pemijah & bertelur biota laut. Akibatnya produksi tangkapan ikan menurun.
6.      Turunnya kemampuan ekosistem dalam menahan tiupan angin, gelombang air laut dlll.
7.       Peningkatan pencemaran pantai



Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki dan melestarikan hutan mangrove antara lain:

Departemen Kehutanan sebagai departemen teknis yang mengemban tugas dalam pengelolaan hutan, maka landasan dan prinsip dasar yang dibuat harus berdasarkan peraturan yang berlaku, landasan keilmuan yang relevan, dan konvensi-konvensi internasional terkait dimana Indonesia turut meratifikasinya. Kebijakan tersebut adalah sebagai berikut : (Anonim3, 2011)
1.      Pengelolaan Hutan Lestari
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dan oleh karena itu, maka pemerintah bertanggungjawab dalam pengelolaan yang berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan (Pasal 2). Selanjutnya dalam kaitan kondisi mangrove yang rusak, kepada setiap orang yang memiliki, pengelola dan atau memanfaatkan hutan kritis atau produksi, wajib melaksanakan rehabilitasi hutan untuk tujuan perlindungan konservasi (Pasal 43).

Adapun berdasarkan statusnya, hutan terdiri dari hutan negara dan hutan hak (pasal 5, ayat 1). Berkaitan dengan hal itu, Departemen Kehutanan secara teknis fungsional menyelenggarakan fungsi pemerinthan dan pembangunan dengan menggunakan pendekatan ilmu kehutanan untuk melindungi, melestarikan, dan mengembangkan ekosistem hutan baik mulai dari wilayah pegunungan hingga wilayah pantai dalam suatu wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS), termasuk struktur sosialnya.

Dengan demikian sasaran Departemen Kehutanan dalam pengelolaan hutan mangrove adalah membangun infrastruktur fisik dan sosial baik di dalam hutan negara maupun hutan hak. Selanjutnya dalam rangka melaksanakan fungsinya, Departemen Kehutanan sebagai struktur memerlukan penunjang antara lain teknologi yang didasarkan pada pendekatan ilmu kelautan (sebagai infrastruktur) yang implementasinya dalam bentuk tata ruang pantai.


2.     Desentralisasi Kewenangan Pengelolaan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, maka kewenangan Pemerintah (pusat) dalam rehabilitasi hutan dan lahan (termasuk hutan mangrove) hanya terbatas menetapkan pola umum rehabilitasi hutan dan lahan, penyusunan rencana makro, penetapan kriteria, standar, norma dan pedoman, bimbingan teknis dan kelembagaan, serta pengawasan dan pengendalian. Sedangkan penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan (pada hutan produksi, hutan lindung, hutan hak, dan tanah milik) diselenggarakan oleh pemerintah daerah, terutama Pemerintah Kabupaten/Kota, kecuali di kawsan hutan konservasi masih menjadi kewenangan Pemerintah (pusat).
3.    Konservasi dan Rehabilitasi Secara Partisipatif
Dalam program konservasi dan rehabilitasi hutan mangrove, pemerintah lebih berperan sebagai mediator dan fasilitator (mengalokasikan dana melalui mekanisme yang ditetapkan), sementara masyarakat sebagai pelaksana yang mampu mengambil inisiatif.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah disebutkan bahwa penggunaan dana reboisasi sebesar 40% dialokasikan kepada daerah penghasil untuk kegiatan reboisasi-penghijauan dan sebesar 60% dikelola Pemerintah Pusat untuk kegiatan reboisasi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan disebutkan bahwa Dana Reboisasi sebesar 40% dialokasikan sebagai Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk rehabilitasi hutan dan lahan di daerah penghasil (kabupaten/kota) termasuk untuk rehabilitasi hutan mangrove.
Hingga saat ini Departemen Kehutanan telah mengkoordinasi dengan Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah serta Bappenas untuk mempersiapkan penyaluran dan pengelolaan DAK-DR dimaksud.

4.     Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Hutan Mangrove
Di dalam menyelenggarakan kewenangannya dalam pengelolaan hutan mangrove, Departemen Kehutanan membawahi Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang bekerja di daerah, yaitu Balai Pengelolaan DAS (BPDAS) akan tetapi operasional penyelenggaraan rehabilitasi dilaksanakan Pemerintah Propinsi dan terutama Pemerintah Kabupaten/Kota (dinas yang membidangi kehutanan).
Sedangkan untuk meningkatkan intensitas penguasaan teknologi dan diseminasi informasi mangrove, Departemen Kehutanan sedang mengembangkan Pusat Rehabilitasi Mangrove (Mangrove Centre) di Denpasar – Bali (untuk wilayah Bali dan Nusa Tenggara) yang selanjutnya akan difungsikan untuk kepentingan pelatihan, penyusunan dan sebagai pusat informasi. Untuk kedepan sedang dikembangkan Sub Centre Informasi Mangrove di Pemalang – Jawa Tengah (untuk wilayah Pulau Jawa), di Sinjai – Sulawesi Selatan (untuk wilayah Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya), di Langkat – Sumatera Utara (untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan).
Adapun untuk mengarahkan pencapaian tujuan sesuai dengan jiwa otonomi daerah, Pemerintah (pusat) telah menetapkan Pola Umum dan Standar serta Kriteria Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Keputusan Menteri Kehutanan No. 20/Kpts-II/2001), termasuk di dalamnya rehabilitasi hutan yang merupakan pedoman penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah (Propinsi dan Kabupaten/Kota) serta masyarakat.
Strategi yang diterapkan Departemen Kehutanan untuk menuju kelestarian pengelolaan hutan mangrove:
1.      Sosialisasi fungsi hutan mangrove
2.      Rehabilitasi dan konservasi
3.      Penggalangan dana dari berbagai sumber. 



Secara teknis sebaiknya dilakukan hal-hal sebagai berikut :

1.      Penanaman kembali mangrove. Penanaman mangrove sebaiknya melibatkan masyarakat. Modelnya dapat masyarakat terlibat dalam pembibitan, penanaman dan pemeliharaan serta pemanfaatan  hutan mangrove berbasis konservasi. Model ini memberikan keuntungan kepada masyarakat  antara lain terbukanya peluang kerja  sehingga terjadi peningkatan pendapatan masyarakat.
2.      Pengaturan kembali tata ruang wilayah pesisir: pemukiman, vegetasi, dll. Wilayah pantai dapat diatur menjadi kota ekologi sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai wisata pantai (ekoturisme) berupa wisata alam atau bentuk lainnya.
3.      Peningkatan motivasi dan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan memanfaatkan mangrove secara bertanggungjawab.
4.      Ijin usaha dan lainnya hendaknya memperhatikan aspek konservasi.
5.      Peningkatan pengetahuan dan penerapan kearifan local tentang konservasi
6.      Peningkatan pendapatan masyarakat pesisir
7.      Program komunikasi konservasi hutan mangrove
8.      Penegakan hukum
9.      Perbaikkan ekosistem wilayah pesisir secara terpadu dan berbasis masyarakat. Artinya dalam memperbaiki ekosistem wilayah pesisir masyarakat sangat penting dilibatkan  yang kemudian dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Selain  itu juga mengandung pengertian bahwa konsep-konsep lokal  (kearifan lokal) tentang ekosistem dan pelestariannya perlu ditumbuh-kembangkan kembali sejauh dapat mendukung program ini.







DAFTAR PUSTAKA

Anonim1. 2011. Ekosistem Mangrove [Serial Online]. http://dc161.4shared.com/img/RoJINESH/preview.html. Di unduh Tanggal 19 Sept 2011.

Anonim2. 2011. Fungsi dan Manfaat Mangrove[Serial Online]. http://kesematpedia.blogspot.com/2011/05/fungsi-dan-manfaat-mangrove.html. Diuduh pada tanggal 19 Sept 2011.
Anonim3. 2011. Kebijakan Hutan Mangrove di Indonesia [Serial Online].
Departemen Kehutanan. 2011. Pengertian Dasar Mangrove[ Serial Online]. http://bphm-i.sim-rlps.dephut.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=49:basic&catid=36:infohut&Itemid=63. Diunduh Pada tanggal 19 Sept 2011

Dewi, meita. 2011. Hutan Mangrove, Permasalahan dan Solusinya [Serial Online].

Efendy, Eko. 2009. Ekosistem Mangrove [Serial Onlie].
Ekosistem mangrove : http://perikananunila.wordpress.com/2009/07/31/ekosistem-mangrove/. Diunduh Pada tanggal 19 Sept 2011.

 Mamung. 2008. Zonasi Mangrove [Serial Online]. http://muhamaze.wordpress.com/2008/09/15/zonasi-mangrove/. Diunduh Pada tanggal 19 Sept 2011.